Jumat, 30 April 2010

KEKERASAN TERHADAP ANAK

Menurut Barker (1987:23) kekerasan terhadap anak adalah tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual, biasanya dilakukan para orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak.
Kekerasan terhadap anak di sekolah dapat dilakukan oleh guru, karyawan dan penjaga sekolah,teman dan atau lingkungan sekolah.Menurut Terry E. Lawson kekerasan terhadap anak terjadi dalam 4 bentuk, yaitu: kekerasan emosional, kekerasan verbal, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.Sementara Suharto (1997: 365-366) mengelompokkan kekerasan terhadap anak menjadi: kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologis, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial.Keempta bentuk kekerasan terhadap anak itu dapat dijelaskan sbb.:
1. Kekerasan anak secara fisik, berupa penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak.Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan, luka bakar.Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik biasanya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai oleh gurunya, seperti anak nakal atau rewel, tidak taat aturan sekolah, suka kelahi, cengeng, buang air, kencing dan muntah di sembarang tempat.
2. Kekerasan anak secara psikis, meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan gambar, buka dan film porno kepada anak.Anak yang mendapatkan perlakuan seperti ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladatif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar kelas dan takut bertemu orang lain.
3. Kekerasan anak secara seksual, dapat berupa perlakuan prakontak dengan orang yang lebih besar,seperti melalui kata, sentuhan, gambar visual,exhibitionism maupun perlakuan kontak  seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa, seperti incest, perkosaan, eksploitasi seksual.
4. Kekerasan anak secara sosial, berupa penelantaran dan eksploitasi anak.Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari teman, atau tidak diberikan layanan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.Eksploitasi merupakan sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh guru.Misalnya memaksa anak melakukan sesuatu untuk kepentingan guru.
Tanpa disadari ternyata kekerasan terhadap anak membawa efek yang sangat tidak baik bagi anak itu sendiri, di antaranya, menurut:
1. Rusmil (2004: 61): Usia anak lebih pendek, kesehatan fisik dan mental yang buruk, masalah pendidikan (DO dari sekolah), setelah dewasa mempunyai kemampuan yang terbatas sebagai orang tua dan menjadi gelandangan.
2. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI): Anak akan kehilangan hal-hal yang paling mendasar dalamkehidupannya dan pada gilirannya berdampak sangat serius pada kehidupan anak dikemudian hari, di antaranya: cacat tubuh permanen, kegagalan belajar, gangguan emosional bahkan dapat menjurus pada gangguan kepribadian, konsep diri yang buruk dan ketidakmampuan untuk mempercayai atau mencintai orang lain, pasif dan menarik diri dari lingkungan, takut membina hubungan baru dengan orang lain, agresif dan kadang-kadang melakukan tindakan kriminal, menjadi penganiaya ketika dewasa, menggunakan obat-obatan atau alkohol, dan kematian.
Melihat uraian di atas, sebagai tenaga pendidik PAUD dan orang tua mesti membekali diri dengan berbagai pengetahuan sehingga mampu menjauhkan diri dari tindakan-tindakan kekerasan terhadap anak.

Sumber: CHILD ABUSE, oleh Abu Huraerah, M.Si (2007)

Kamis, 29 April 2010

PAUD NON FORMAL DALAM PP 17 TAHUN 2010

Pedidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang dilakukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun melalui pemberian rangsangan jasmani dan rohani agar siap memasuki pendidikan selanjutnya.Melalui PAUD anak distimulasi untuk merangsang perkembangan berbagai potensi yang dimilikinya sehingga anak dapat mengeksplorasi segala potensi tersebut untuk kepentingan tumbuh kembang dirinya.PAUD dijalur pendidikan non formal dapat berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA),dan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang Sejenis (SPS).PAUD non formal tersebut menyelenggarakan pendidikan dalam konteks:
1. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia;
2. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian;
3. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran pembelajaran estetika;
4. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan;
5. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran merangsang minat kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Peserta didik PAUD dapat dievaluasi perkembangannya tanpa melalui proses yang bersifat menguji kompetensi.Penyelenggaraan PAUD dilaksanakan secara fleksibel berdasarkan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dan berfungsi menumbuhkembangkan dan membina seluruh potensi anak sejak lahir sampai dengan usia anak 6 tahun sehingga terbentuk prilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya dalam rangka kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut dengan prioritas pelayanan pendidikan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 4 tahun.
PAUD bertujuan:
1. membangun landasar bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
2. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, estettis, kinestetis dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

Program PAUD dirancang dan diselenggarakan:
1. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan mendorong kreativitas serta kemandirian;
2. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak;
3. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan tiap-tiap anak; 
4. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial.

Pengembangan Program PAUD didasarkan pada:
1. prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain;
2. memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing peserta didik;
3. memperhatikan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya peserta didik;
5. memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.

Pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan, usia, dan perkembangan anak.Penyelenggaraan program dapat diintegrasikan dengan program lain yang sudah berkembang di masyarakat, seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita (BKB), Taman Pendidikan Quran (TPQ), Sekolah Minggu, dll. sebagai upaya untuk memperluas pelayanan PAUD kepada seluruh lapisan masyarakat.

Sumber: PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Rabu, 28 April 2010

MENGAPA SI KECIL NGECES TERUS?

Benarkah ada hubungan antara Si Kecil yang sering mengiler atau ngeces, dengan keinginan ibu yang tak kesampaian saat ngidam? Atau, hanya gejala awal si kecil akan tumbuh gigi? Apakah ngeces juga merupakan indikasi suatu penyakit? Yuk, cari tahu lebih jauh!

Coba simak, apa komentar orang saat melihat anak ngeces melulu. Biasanya, komentar yang kerap muncul tak jauh dari mitos seperti, “Wah, pasti ibunya dulu ngidam dan tak kesampaian!” Atau komentar lain, “Wah, mau tumbuh gigi, ya?” Benarkah anggapan seperti itu?

Mengiler (drooling) atau yang dalam istilah kedokteran disebut dengan shalore adalah hal yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Pada dasarnya beberapa faktor mulai dari yang fisiologis hingga gangguan bisa menjadi penyebab anak mengiler.

Dan tidak semua mengiler harus disikapi dengan kekhawatiran. Beberapa bahkan tidak menyebabkan gangguan serius. Namun, sebaiknya perhatikan gejala-gejala penyerta anak mengiler. Jika mengiler memang merupakan indikasi penyakit, kewaspadaan bisa membuat gangguan tertangani sejak dini.

Mengiler memang bukan hanya masalah estetika. Bukan pula karena anak suka bermain-main dengan air liurnya. Pada dasarnya, anak mengiler karena proses fisiologis yang membuat air liurnya tumpah ke luar mulut.

Sebenarnya, setiap orang memiliki mekanisme untuk memproduksi dan menyalurkan air liur. Hanya saja rongga mulut dangkal serta kemampuan menelan belum sempurna yang dimiliki bayi, menyebabkan air liur seolah berlebihan dan keluar dari mulut.

Air Liur Berlebih
Inilah mengapa secara umum dikatakan ada tiga penyebab mengiler, yakni produksi air liur berlebihan, ketidakmampuan menelan air liur, dan ketidakmampuan mempertahankan air liur di dalam mulut.

Biasanya, anak akan mulai memproduksi air liur dengan cukup ketika berusia 6 bulan. Ini adalah fase mempersiapkan anak untuk mendapatkan nutrisi dari makanan padat pertama pendamping ASI.

Namun, pada saat yang sama, anak belum memiliki kemampuan menelan yang sempurna, sehingga pada posisi-posisi tertentu ia sulit mempertahankan air liur dalam mulut kemudian mengiler.

Posisi seperti tengkurap, duduk, merangkak dan berbaring akan memicu anak lebih sering mengiler. Saat anak berusia 9 bulan, biasanya ia sudah mulai bisa mengendalikan air liurnya sehingga tidak tumpah saat duduk dan merangkak, karena kemampuan menelan yang lebih baik.

Namun, ketika makan makanan tertentu yang merangsang air liur, beberapa anak masih bisa mengiler. Dan saat anak berusia 3 tahun, dengan kemampuan menelan jauh lebih baik, ia tidak akan mengiler lagi.

Salah satu penyebab anak mengiler adalah karena gangguan proses menelan dan produksi air liur yang berlebih. Kondisi ini dapat terjadi ketika anak menderita suatu gangguan, seperti pada fase akan tumbuh gigi, yakni ketika anak berusia sekitar 6 bulan.

Saat itu anak akan merasakan nyeri pada seputar mulut dan sedikit kesulitan menelan. Biasanya, jika memang mengiler disebabkan fase tumbuh gigi, disertai gejala tumbuh gigi, seperti anak suka menggigit atau memasukkan benda ke mulutnya, serta sedikit demam.

Mengiler yang disebabkan gangguan dapat dikaitkan dengan penyakit berat seperti mononukleosis, nanah di sekitar amandel (abses peritonsilar), abses retrofaring, dan tonsilitis.

Sumber: http://seputarduniaanak.blogspot.com/2010/04/mengapa-si-kecil-ngeces-terus.html

SENANGNYA BELAJAR MATEMATIKA

"Huh, malas ah belajar...susah!!!" begitu keluh Budi setiap kali belajar matematika.


Bapak dan ibunya sudah kebingungan untuk mengajarkan matematika pada Budi. Bu Guru yang dipanggil ke rumah untuk memberi les matematika pun sudah menyerah untuk membujuk Budi agar giat belajar matematika.

"Sabar saja, Bu. Mungkin karena baru awal kelas 1, jadi Budi masih perlu waktu untuk belajar matematika," kata Bu Guru kepada orang tua Budi.


Liburan semeter ganjil tiba. Budi senang bukan kepalang karena tidak harus belajar. Dari pagi sampai sore dia bermain terus dengan teman-teman di lingkungan rumahnya.


Suatu hari, Budi bermain petak umpet dengan teman-temannya. pada giliran pertama, si Anto yang jaga. Anto berhitung sampai 30 dengan keras saat teman-temannya mencari tempat untuk bersembunyi.


Selanjutnya giliran Budi jaga.

"Ayo, Budi, hitung sampai 30 yang keras seperti Anto, ya," kata teman-temannya.

Budi diam saja. Dia malu mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menghitung sampai 30. Budi hanya menutup matanya.

"Budi curang, tidak mau berhitung sampai 30. Ayo cepat hitung yang keras" kata teman-temanya.

Tapi Budi hanya menutup matanya. Dia sangat malu. Dan akhirnya Budi menangis.


Budi akhirnya berlari pulang. dia tidak mau teman-temannya tahu kalau dia tidak bisa berhitung.

"Hik...hik..." tangisnya ketika sampai di rumah.

"Kenapa, Budi? Kenapa kamu menangis? Berantem, ya?" tanya ibunya.

Tangis Budi makin keras. Baru setelah dipeluk ibunya, tangis Budi agak berhenti.


"Kenapa, Budi?" tanya ibunya dengan lembut.

"hik...Bu, aku mau belajar matematika lagi," kata Budi.

"Lho...memangnya kenapa. Ibu senang kamu mau belajar matematika lagi, tapi ceritakan dulu kenapa kamu menangis," bujuk ibu sambil tersenyum.

"Aku malu karena tidak bisa berhitung sampai 30 waktu jaga petak umpet."

"Oh..." kata ibunya sambil mengangguk-angguk.


Sejak itu, Budi rajin belajar, terutama matematika. Bapak dan ibunya sangat senang.


Satu bulan kemudian adalah hari ulang tahun Budi. Bapak dan ibunya merayakannya dengan mengadakan pesta di rumah. Semua teman-teman Budi di rumah diundang. Rumah Budi ramai sekali.


Setelah selesai makan dilanjutkan dengan acara bermain.

"Ayo, mau main apa, Budi?" tanya bapaknya.

"Petak umpet. Aku yang jaga," jawab Budi dengan cepat.

Budi segera menempelkan kepalanya ke dinding dan menutup matanya. Dengan keras dia mulai berhitung.

" Satu, dua, tiga....tiga puluh, tiga puluh satu, tiga puluh dua....seratus."


Budi membuka matanya dan tersenyum kepada bapak dan ibunya. Dia lalu mencari teman-temannya yang bersembunyi.
 
Sumber:  http://dunia-anak-anak-indonesia.blogspot.com/2008/08/senangnya-belajar-matematika.html

Selasa, 27 April 2010

PENDIDIKAN ANAK

Pendidikan anak merupakan satu hal penting yang tidak bisa kita abaikan. Sebagai orang tua, hendaknya kita memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak. Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan memilihkan sekolah yang baik buat anak. Ingat, anak merupakan generasi masa depan bangsa. Hal terpenting untuk menuju cita-cita adalah pendidikan.
Tanggung jawab pendidikan bukan semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah, meski sekolah sudah menyiapkan kurikulum untuk mendidik anak. Pendidikan terbaik tetap saja terletak pada Anda sebagai orang tuanya. Anggap saja anak berada di sekolah selama 8 jam, sedangkan sisanya yang 16 jam adalah bersama Anda. Karenanya, Anda, perlu terlibat langsung dalam pendidikan anak di sekolah. Berikut beberapa hal yang bisa Anda lakukan :
Memberikan Dukungan
Selalu berikan perhatian kepada anak, dan tanamkan nilai dan tujuan pendidikan. Upayakan untuk selalu mengetahui perkembangan anak di sekolah. Anda bisa melakukan kunjungan untuk melihat situasi dan lingkungan pendidikan di sekolah. Menaruh minat terhadap aktivitas sekolah akan secara langsung mempengaruhi pendidikan anak.
Sediakan waktu untuk anak
Sebagai orang tua, Anda harus selalu menyediakan waktu yang cukup banyak bagi anak. Jadilah tempat curhat untuk menampung stress anak Anda. mendengarkan keluhannya, dan berusaha turut memberikan solusi atas permasalahannya disarankan dalam pendidikan anak.
Awasi kegiatan belajar di rumah
Tunjukkan Anda berminat pada pendidikan anak Anda. Pastikan anak Anda sudah mengerjakan tugas mereka. Wajibkan diri Anda untuk mempelajari sesuatu bersama anak-anak Anda. Membacalah bersama-sama mereka. Jangan lupa jadwalkan waktu setiap hari untuk memeriksa pekerjaan rumah anak Anda. Kendalikan waktu menonton TV, Internet dan kegiatan lainnya.
Mengajarkan tanggung jawab
Anak dapat bertanggung jawab mengerjakan tugas di sekolah jika Anda telah mengajar mereka untuk mengerjakan tanggung jawab di rumah. Cobalah mulai memberikan pekerjaan rumah tangga rutin setiap hari dengan jadwal yang spesifik. Hal itu akan mengajarkan rasa tanggung jawab yang mereka butuhkan agar berhasil di sekolah dan di kemudian hari dalam kehidupan.
Menjadi teman terbaik
Jadilah teman terbaik bagi anak Anda. Luangkan waktu untuk berbagi dalam banyak hal. Seorang anak membutuhkan semua teman yang matang yang bisa ia dapatkan. Sebagai orang-tua, Anda dapat menghindari banyak problem dan kekhawatiran atas pendidikan anak Anda dengan mengingat bahwa kerja sama yang sukses dibangun atas komunikasi yang baik.
Disiplin
Jalankan disiplin dengan tegas namun penuh kasih sayang. Selalu menuruti keinginan anak tidak disarankan dalam pendidikan anak, karena membuatnya manja dan tidak bertanggung jawab. Problem lain bisa muncul seperti seks remaja, narkoba, prestasi yang buruk, dsb.
Menjaga kesehatan
Jaga kesehatan anak Anda agar prestasi belajarnya tidak terganggu. Buat jadwal tidur yang cukup untuk anak Anda. Jika kelelahan, mereka tidak dapat belajar dengan baik. Hindari makanan seperti junk food, yang mendatangkan pengaruh buruk terhadap kesanggupannya untuk berkonsentrasi.
Kerja Sama dengan Guru
Tidak ada salahnya Anda mengenal guru dan menjalin hubungan baik dengan mereka. Berkomunikasilah untuk perkembangan anak Anda. Guru perlu tahu bahwa Anda memandang penting pendidikan anak Anda, sebagai bagian kehidupannya. Ini akan membuat guru lebih memperhatikan anak Anda. Hadirilah pertemuan orang tua murid dan guru yang diselenggarakan oleh sekolah, sehingga memiliki kesempatan untuk mengetahui prestasi akademis serta perkembangannya di sekolah.

Tentang Penulis: AsianBrain.com Content Team. Asian Brain adalah pusat pendidikan Internet Marketing PERTAMA & TERBAIK di Indonesia. Didirikan oleh Anne Ahira yang kini menjadi ICON Internet Marketing Indonesia. Kunjungi situsnya: www.AsianBrain.com/www.Anne Ahira.com




Ditulis kembali oleh HALIMAN

Senin, 26 April 2010

MENGENALKAN SAINS SEJAK DINI



Anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Rasa ingin tahu tersebut perlu difasilitasi oleh orang dewasa termasuk orang tua dan tenaga pendidik di dalamnya yang berfungsi sebagai guru anak.


Oleh: Eli Tohonan Tua Pane,S.Pd
Anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Rasa ingin tahu tersebut perlu difasilitasi oleh orang dewasa termasuk orang tua dan tenaga pendidik di dalamnya yang berfungsi sebagai guru anak. Anak dapat belajar apa saja asal tidak dipaksakan termasuk belajar sains sejak dini. Belajar sains sejak dini dimulai dengan memperkenalkan alam dengan melibatkan lingkungan untuk memperkaya pengalaman anak. Anak akan belajar bereksperimen, bereksplorasi dan menginvestigasi lingkungan sekitarnya sehingga anak mampu membangun suatu pengetahuan yang nantinya dapat digunakan pada masa dewasanya.
Teori konstruktivis percaya bahwa pengetahuan akan dibangun secara aktif oleh anak melalui persepsi dan pengalaman langsung dengan lingkungannya. Anak yang banyak bersentuhan dengan alam akan lebih baik memaknai dunia mereka sehingga anak perlu mendapatkan kesempatan berinteraksi dengan lingkungan mereka yang akan membuat mereka secara aktif terus menerus mendapatkan pengetahuan. Pada pendidikan sains untuk anak usia dini, anak akan bermain berdasarkan kebebasan dan rasa ingin tahunya yang dianggap sebagai kesempatan bagi anak untuk membangun pengetahuannya tentang dunia mereka. Sains untuk anak usia dini berdasarkan keingintahuan dari dalam dirinya dan kegiatan sains bukan hanya mengajak anak untuk melakukan pengamatan saja, tetapi juga dapat mengajak anak untuk mempelajari keaksaraan, hitungan, seni, musik, dan gerakan. Dari pandangan konstruktivis, sains untuk anak usia dini harus mengajak anak bermain dan mengeksplorasi lingkungannya. Di dalam bermain, ketika anak mengeksplorasi dan bereksperimen maka anak akan mendapatkan pemahaman baik dari keterampilan proses dan juga konsep sains, bukan hanya sekedar berfokus pada hasil akhir dari suatu jawaban yang benar. Kesempatan untuk melakukan eksplorasi dan eksperimen berulang-ulang, banyaknya bahan-bahan yang dapat dimanipulasi anak dan tersedianya waktu untuk bertanya dan melakukan refleksi sangat penting untuk mendukung kesuksesan dan menciptakan kemampuan memecahkan masalah bagi anak.
Di Kelompok Bermain, kemampuan tenaga pendidik untuk mendesain kegiatan pengenalan sains sesuai dengan kebutuhan dan minat anak sangat menentukan keberhasilan pembelajaran sains termasuk menerapkan metode pembelajaran yang beragam untuk pembelajaran sains dengan memanfaatkan sumber-sumber sains di lingkungan masing-masing. Tenaga pendidik harus mendukung dan memfasilitasi anak berlaku seperti ilmuan ”scientist” cilik tanpa mengintervensi atau membawa eksplorasi dan eksperimen mereka pada hasil yang belum matang. Mereka perlu menyediakan lingkungan pembelajaran dengan bahan-bahan yang sesuai sehingga anak terdorong untuk menyalurkan rasa ingin tahunya dalam bentuk eksperimen-eksperimen karena tenaga pendidik merupakan katalisator yang dapat menolong anak agar memiliki keterampilan berpikir dan memecahkan masalah. Disini peranan tenaga pendidik merupakan sumber bagi anak dan diharapkan menjadi model yang memiliki rasa ingin tahu yang sama dan kesenangan dalam mengeksplorasi lingkungan. Sebagai seorang ilmuan cilik anak usia dini akan melakukan pengamatan terhadap segala hal di lingkungannya, menciptakan sesuatu, memiliki ide-ide baru, menyelidiki, menganalisa dan mengevaluasi obyek yang ditelitinya. Sains sebagai sistem untuk mengetahui tentang alam semesta perlu dilakukan berdasarkan data yang dikumpulkan melalui pengumpulan data. Apakah yang perlu dilakukan tenaga pendidik ketika mengajarkan sains pada anak? Apakah menghafalkan fakta-fakta, prinsip-prinsip dan konsep-konsep? Kita mengajarkan tentang sains atau bagaimana melakukan sains? Tentunya kita akan mengajak anak untuk mengeksplorasi lebih dahulu, melatih mereka untuk bertanya dan mengemukakan alasan sampai akhirnya mereka dapat menemukan jawaban-jawaban melalui kegiatan langsung setelah melakukan percobaan dan juga melalui kegiatan mental.
Tenaga pendidik perlu mengajak anak untuk melakukan proses mengamati dan menduga. Kedua-duanya sangat berkaitan, namun memiliki perbedaan yang prinsip. Mengamati merupakan proses penggunaan semua indera anak untuk mengumpulkan data tentang sesuatu obyek atau fenomena. Mengamati merupakan suatu proses yang aktif, bukan sekedar pasif melihat sesuatu yang sedang terjadi. Mengamati merupakan keterampilan dasar yang di dalamnya mengandung unsur-unsur menduga (inferring), mengukur (measuring), dan mengkomunikasikan (communicating). Menduga merupakan mengumpulkan pendapat atau perkiraan berdasarkan bukti-bukti. Dugaan akan mengembangkan hipotesa, mengintepretasikan data dan mengidentifikasi pola-pola, hal-hal umum yang mungkin terjadi, dan kecenderungan tertentu. Dari pola, generalisasi dan kecenderungan tersebut anak usia dini akan memaknai dunia.
Di dalam melakukan proses berpikir ilmiah, anak perlu belajar memahami fenomena, menjawab pertanyaan, mengembangkan teori, menemukan informasi yang lebih banyak tentang sesuatu dan mempertanyakan kesimpulan yang diperoleh oleh anak lain. Ketika anak sedang bermain dengan bahan-bahan yang ada di lingkungannya, anak mendapatkan fakta-fakta dan informasi-informasi tentang dunianya. Fakta dan informasi ini bukanlah fokus pertama dari sains. Anak harus bergerak terus sehingga anak tidak hanya menemukan fakta dan informasi tetapi mengetahui bagaimana menggunakan fakta-fakta itu untuk berpikir, beralasan dan memecahkan masalah. Misalnya saja, seorang guru bermain es batu dengan anak usia 5 tahun. Anak akan memegang es batu itu di dalam air hangat dan mengamati es itu akan mencair. Anak juga akan melihat ketika langsung berada di bawah terik sinar matahari es batu akan lebih cepat mencair. Dari pengalaman tersebut anak telah belajar sesuatu proses berpikir, memiliki alasan dan pengalaman tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Saat anak memegang es batu di tangan, guru dapat bertanya,”Wah, lihat.... tangan, air hangat, dan matahari bisa membuat es mencair. Bagaimana bisa seperti itu ?” Dengan pertanyaan semacam itu, guru sedang mengajak eksplorasi anak melebihi fakta yang ada. Artinya, guru sedang mengajak anak berpikir dan memecahkan masalah.
Anak perlu menggabungkan fakta-fakta bersama dan mengetahui jawaban sebab akibat. Mengajarkan kepada anak tentang fakta berbeda dengan mengajarkan anak bagaimana menggunakan fakta untuk berpikir, beralasan dan memecahkan masalah. Perhatikan perbedaan dari pertanyaan-pertanyaan,’ Apakah kedua binatang ini mirip? Mengapa? atau mengapa tidak?” dan ”Apakah kura-kura memiliki kulit yang keras?”. Pertanyaan-pertanyaan dapat mengarahkan pada pembelajaran tentang fakta dan informasi atau dapat pula digunakan untuk mengangkat pemikiran dan alasan.
Dalam pembelajaran sains, anak akan banyak bereksplorasi dan bereksperimen dengan lingkungan dan berbagai bahan-bahan. Pendidik perlu memperhatikan dan menjaga anak agar tidak terjadi hal-hal yang berbahaya. Berikut ini beberapa pedoman yang dapat dijadikan tuntunan untuk menjaga keamanan anak seperti; memberikan contoh dan mendorong anak untuk memiliki kebiasan berperilaku aman sedini mungkin, mengajarkan anak peraturan-peraturan penting, misalnya: ”Tidak mencicipi makanan atau barang apapun yang akan digunakan kecuali mendapatkan ijin dari guru”, mengajarkan anak bahwa benda-benda asing hanya boleh dipegang jika mendapatkan ijin dari pendidik, anak tidak berkeliling kelas selama kegiatan sains berlangsung, menggunakan wadah logam atau plastik jika memungkinkan, menghindari pemakaian benda-benda/wadah-wadah dari kaca. Jika terpaksa harus menggunakan, maka anak harus berada dalam pengawasan pendidik, semua bahan-bahan kimia, meskipun hanya cuka, baking soda dan gliserin harus digunakan dengan hati-hati, mengajarkan anak untuk menghargai semua bahan-bahan. Semua bahan baru harus dikenalkan pada anak sehingga anak mengetahui cara menggunakannya, dalam semua kegiatan pendidik perlu memperkirakan apakah bahan-bahan tersebut aman dan sesuai bagi anak misalnya untuk kegiatan mencicipi tidak menggunakan sesuatu yang pekat/murni seperti jus jeruk murni atau bubuk kopi murni dan sebaiknya tidak mengijinkan anak membau bubuk bedak bayi dalam wadah yang terbuka, menjaga kebersihan dan kesehatan sehingga setiap anak perlu mendapatkan sendok masing-masing untuk mencicipi rasa benda-benda tertentu. Sebaiknya tidak menggunakan satu sendok untuk dipakai bersama-sama, terakhir perlu tetap waspada dan cepat tanggap mengantisipasi dalam menghadapi bahaya-bahaya yang mungkin muncul sewaktu-waktu.
Dalam mendampingi dan memfasilitasi anak usia dini belajar sains, pendidik perlu memikirkan beberapa hal: Pertama, apakah kita mengembangkan dan menunjukkan sikap menghargai makhluk hidup? Kedua, apakah pengalaman sains kita menekankan pada ketrampilan proses? Misalnya mengamati, mengelompokkan, membandingkan, mengurutkan, meramalkan, mengkomunikasikan, mencoba, menduga. Ketiga, apakah kegiatan sains kita masuk dalam kurikulum dan terintegrasi dengan area-area pembelajaran yang lain? Keempat, apakah kita memberikan kesempatan dan bahan-bahan yang mendorong tiap anak untuk memanipulasi, mengeksplorasi, dan mengamati dengan menggunakan seluruh panca indra anak? Misalnya: Apa yang kamu lihat?, Apa yang kamu dengar?, Seperti apa bentuknya?, Apa yang dapat kamu bau?, Seperti apa rasanya?, apa saja yang kamu ingin ketahui dari benda itu? Kelima, apakah kita mendorong pemikiran induktif dan deduktif ketika anak sedang bereksplorasi? Misalnya:
apakah anak menggunakan fakta dan konsep untuk sampai pada kesimpulan umum? apakah anak dapat menduga fakta-fakta dan konsep-konsep khusus yang mendukung prinsip umum?
Berikut ini beberapa kegiaan yang dapat digunakan untuk kegiatan yang menunjang pembelajaran anak usia dini khususnya pembelajaran sains:
1. Piringan berputar
Piringan berupa plastik agak tebal dibentuk melingkar dapat diberi gantungan benda-benda dengan tali di tepi-tepi sekeliling piring. Anak usia 8 - 12 bulan menyenangi mainan semacam ini karena merangsang daya visual anak dalam mengamati benda- benda yang bergerak.
2. Ular kaleng
Kaleng-kaleng bekas dengan ukuran sama diisi dengan biji-bijian dimasukkan ke dalam bekas stocking yang panjang. Kaleng dimasukkan dalam stocking secara berselang-seling dengan potongan kertas (kawul). Jadi susunannya berupa kaleng – kawul – kaleng – kawul dst. Anak senang menekan-nekan permukaan kaleng yang keras kemudian kawul yang lunak dan membunyikan kaleng- kaleng itu.
3. Mainan dari kertas daur ulang
Dari bahan bubur kertas di atas, dapat diolah menjadi bentuk-bentuk lain seperti boneka, buah, binatang, dll. Bubur kertas tadi diperas sampai kering kemudian dicampur dengan lem dan dibentuk sesuai keinginan. Boneka beruang di atas di dalamnya berisi botol minuman yakult yang sudah tidak terpakai dan diisi dengan biji-bijian, kemudian dibungkus bubur kertas. Setelah kering dapat dicat atau ditaburi dengan serbuk-serbuk tertentu. Bubur kertas ini bisa juga dilapiskan pada daun, maka kita akan mendapatkan tekstur tulang daun setelah daun kita pisahkan dari bubur kertas tersebut seperti gambar di bawah ini.
Kegiatan pembelajaran yang lain untuk mendukung sains seperti; meniup air berwarna lalu ditaruh kertas di atasnya, es batu dimasukkan ke dalam gelas plastik yang berisi air penuh untuk melihat apakah airnya tumpah, membuat mentega dari susu cream cair, mencampur tepung jagung dengan tapioka dan gandum untuk melihat campuran-campuran itu padat atau cair atau bagaimana jika diberi sedikit air perubahan apa yang terjadi? Mengenalkan sains sejak usia dini untuk menumbuhkan kesadaran terhadap lingkungan sangat penting untuk ditumbuhkan dan dikembangkan oleh tenaga pendidik sehingga anak akan terus memiliki rasa ingin tahu dan mengeskplor lingkungannya. Sifat ingin tahu merupakan dasar bagi anak untuk berpikir ilmiah. Guru sebagai fasilitator dan stimulator dapat memberikan pendampingan bagi anak sehingga terjadi pembelajaran sains yang optimal.
===============================================================
SUMBER :
- Modul Pembelajaran Sains NEST, http://www.bpplsp-reg-1.go.id/buletin/read.php?id=84&dir=6&idStatus=0


GIZI AND ADVERSITY QUOTIENT ANAK

Gizi merupakan salah satu aspek yang sangat dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Pemenuhan gizi yang cukup pada anak di usia-usia awal (0-8 tahun) dapat mempengaruhi perkembangan mental, termasuk kecerdasan anak. Salah satu kecerdasan yang dapat dipengaruhi adalah kecerdasan adversity (adversity intelligence). Kecerdasan adversity merupakan sebuah bentuk kecerdasan yang memberikan ketahanan terhadap stres (daya resiliensi) tinggi, kemampuan merespon stres (coping mechanism) yang baik serta membangkitkan kemauan dan kemampuan untuk mencapai puncak prestasi.

Kecerdasan adversity akan memberikan dasar bagi anak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang kompleks. Dengan memiliki kecerdasan adversity yang tinggi anak akan mampu mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan dengan sangat baik, dan bahkan mencapai prestasi puncak. Semakin dini kecerdasan ini ini diasah, akan semakin menetap dan mudah untuk dikembangkan. Dengan kecerdasan ini, seorang anak akan melihat suatu masalah sebagai tantangan untuk maju dan bukan sebagai hambatan. Dia akan memiliki daya kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam menghadapi lingkungan. Anak-anak yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi akan menjadi seorang climber, yang mampu menularkan ’virus’ positif ke lingkungan sekitarnya, sehingga dia yang akan mempengaruhi lingkungan dengan kuat dan bukan dia yang malah akan terpengaruh oleh lingkungan. Semangat dan daya juangnya yang tinggi mampu mengubah lingkungannya secara signifikan.

Anak yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi mampu melakukan pemrosesan informasi dari lingkungan secara efektif, sehingga dalam menghadapi tantangan anak-anak ini mudah dan kreatif untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, mengelola perilaku dengan baik, mampu melindungi diri dari berbagai pengaruh buruk, serta belajar dari pengalaman dengan baik.

Biasanya, anak-anak ini memiliki kepribadian yang ramah dan mudah akrab dengan lingkungan. Anak-anak ini juga kreatif, inovatif, percaya diri dan memiliki motivasi yang kuat. Mereka dapat menemukan sumber kebahagiaan yang positif, yakin akan kemampuannya untuk mengatasi berbagai tantangan dan hambatan, serta memiliki semangat juang tinggi dalam menjalani kehidupan dan pantang menyerah. Anak-anak ini biasanya tampil sebagai anak-anak yang sehat, tidak mudah terserang penyakit, tidak mudah mengalami gangguan pencernaan, tidak mengalami kesulitan tidur, serta tidak mengalami gangguan perilaku seperti suka menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, marah dan menagis meraung-raung tanpa sebab yang jelas, rewel, menarik diri dari pergaulan, dan sebagainya.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan adversity baik juga tidak akan mudah mengalami stres, sehingga produksi hormon adrenalin akan berada dalam jumlah wajar. Bagi anak-anak yang mudah stres, akan mengalami gangguan keseimbangan hormonal, vitamin dan mineral terkuras, serta sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga mudah terserang penyakit. Hormon adrenalin diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak atau melebihi normal, sehingga zat-zat gizi seperti berbagai vitamin B, mineral seng, kalium, dan kalsium akan terkuras untuk memproduksi hormon ini. Dalam kondisi seperti ini, anak yang mudah stres memerlukan asupan vitamin dan mineral tersebut dalam jumlah banyak. Laju penggunaan vitamin C juga meningkat, sehingga asupan vitamin C juga diperlukan dalam jumlah banyak.

Di samping itu, anak-anak yang mudah stres biasanya juga mengalami sulit makan, sehingga mengalami kekurangan zat besi, yang akan memperburuk daya tahan tubuh untuk menghadapi serangan penyakit. Untuk mengantisipasi kekurangan zat besi dianjurkan agar mengkonsumsi bahan pangan hewani macam daging, telur, dan hati. Zat besi dari hewani disebut heme-iron yang dapat diserap jauh lebih baik daripada zat besi nabati, nonheme-iron. Pangan kaya zat besi tadi akan lebih baik jika dikonsumsi bersama-sama dengan makanan sumber vitamin C (sayuran atau buah).

Kecerdasan adversity yang tinggi sangat tergantung pada kualitas otak anak, dan kualitas otak ini sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tepat bagi anak. Asupan nutrisi ini tidak hanya ketika anak telah dilahirkan, tetapi juga ketika masih berada dalam kandungan. Asupan karbohidrat, protein, lemak dan mineral yang cukup dari ibu akan mempengaruhi kualitas perkembangan otak janin. Komposisi yang tepat harus benar-benar diperhatikan oleh ibu ketika sedang hamil, bahkan ketika dia mempersiapkan diri untuk hamil. Dengan nutrisi yang tepat, ibu juga akan memiliki kesehatan yang baik, sehingga tidak mudah terserang penyakit. Kalau terserang penyakit, seorang anak dengan gizi cukup akan mudah pulih kembali dan manifestasi penyakit tidak akan seberat anak-anak dengan gizi kurang.

Dari sisi ibu, juga akan siap secara fisik untuk mengandung, sehingga dapat menjalani proses kehamilan dengan baik dan dalam kondisi kesehatan prima. Ibu yang sehat akan dapat memberikan dukungan yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan janin serta anak-anak yang dilahirkannya. Oleh karena itu, proses merangsang dan mengoptimalkan kecerdasan anak merupakan perjalanan panjang yang cukup kompleks. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi, terutama yang berasal dari orang tua.

Anak-anak yang dilahirkan oleh orang tua yang cukup nutrisinya serta dipenuhi nutrisinya dengan tepat setelah kelahirannya akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Otak anak akan mampu merangsang bangkitnya hormon-hormon timbulnya perasaan senang, pikiran positif, kreatif dan inovatif. Inilah modal dasar bagi peningkatan kecerdasan adversity pada anak. Gizi yang cukup akan dapat merangsang kerja hormon secara efektif, termasuk hormon-hormon yang berfungsi dalam mengendalikan emosi.

Sebagaimana diuraikan di atas, asupan gizi yang seimbang sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas perkembangan otak. Tanpa asupan gizi yang cukup, energi yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang juga tidak cukup. Energi yang tersimpan dalam tubuh anak tidak akan banyak digunakan untuk tumbuh dan berkembang, tetapi akan disimpan sebagai cadangan (conserve energy), sehingga anak-anak yang berada dalam kondisi ini akan malas untuk melakukan aktivitas, cenderung tidak aktif, malas berpikir dan berkreasi. Kemampuan anak untuk mengendalikan emosi juga sangat rendah, anak mudah pesimis, sehingga kecerdasannya juga tidak dapat berkembang optimal, bahkan kemungkinan dapat mengalami kemunduran, termasuk kecerdasan adversity.

Kecerdasan adversity salah satunya dipengaruhi oleh produksi serotonin di dalam otak, karena serotonin ini mempengaruhi ketahanan seseorang di dalam menghadapi tantangan. Untuk meningkatkan produksi serotonin diperlukan makanan sumber protein seperti pangan hewani asal ternak, ikan, dan kacang-kacangan. Pangan sumber protein itu diketahui kaya akan asam amino tryptophan. Di dalam tubuh tryptophan akan mendorong produksi serotonin.
Karbohidrat dalam diet merangsang pembuatan hormon insulin, yang menarik asam amino lain sehingga triptofan mendapat kesempatan untuk masuk ke otak, yang kemudian diubah menjadi serotonin. Serotonin, suatu pemancar saraf yang penting dalam otak, jika dikurangi dapat menyebabkan susah tidur, kelesuan, kehilangan tenaga, ketidakmampuan untuk konsentrasi dan depresi. Oleh karena itu, karbohidrat menyebabkan rasa santai (karena serotonin) dan protein menyebabkan ketajaman penglihatan. Sejumlah kecil protein diperlukan untuk menjaga keseimbangan. Sebagian besar sereal yang biasa digunakan pada waktu sarapan dan sumber karbohidrat kompleks (zat tepung) mempunyai cukup protein untuk mengurangi stres sepanjang hari. Agar tidur tenang di malam hari, makanan kecil yang mengandung zat tepung sebelum tidur dan sejumlah kecil protein, misalnya roti dan susu/jus dapat membantu. Vitamin juga B6 diperlukan untuk membuat serotonin.

Selain konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dalam jumlah seimbang, diperlukan juga konsumsi vitamin dan mineral dalam jumlah yang tepat. Di bawah ini adalah daftar vitamin dan mineral yang diperlukan untuk optimalisasi kecerdasan adversity pada anak, karena vitamin dan mineral ini terutama diyakini berkaitan dengan pengendalian emosi, sebagai komponen utama dalam kecerdasan adversity.
VITAMIN dan MINERAL untuk MENINGKATKAN KECERDASAN ADVERSITY PADA ANAK
Zat Gizi
Sumber Makanan
Vitamin B1
Hati, daging, serealia
Riboflavin (Vit B2)
Susu, hati, daging, ikan
Niacin
Ikan, kacang-kacangan, daging
Vitamin B12
Susu, ikan laut, telur
Vitamin C
Tomat, mangga, nanas, jeruk, jambu biji
Kalsium
Ikan laut, susu, teri
Seng
Daging, ikan laut, buncis

Dalam hal memenuhi asupan gizi yang seimbang, anak-anak juga sebaiknya dihindarkan dari konsumsi alkohol, kopi dan makanan kaleng. Konsumsi gula juga dibatasi, karena alkohol, kopi dan gula dapat menimbulkan gejala-gejala mirip gangguan emosional.

Alkohol merupakan salah satu jenis minuman yang sebaiknya dihindari, karena hanya mengandung energi dan bersifat diuretik, serta dalam metabolismenya memerlukan vitamin B1 dan niasin. Apabila kedua zat gizi tersebut terkuras karena untuk mencerna alkohol, maka metabolisme karbohidrat akan mengalami gangguan, sehingga kadar gula dalam darah akan menurun atau rendah. Rendahnya kadar gula ini akan menimbulkan gejala-gejala yang berupa pandangan kabur, mual, berkeringat, sakit kepala, dan sebagainya. Sifat diuretik alkohol akan mengurangi vitamin-vitamin B, vitamin C, mineral kalsium, kalium, dan magnesium. Alkohol diserap langsung oleh perut dan mencapai sel otak, selaput lendir sel meluas dan berubah sehingga komunikasi dalam sel otak menjadi buruk. Dalam jangka panjang, alkohol dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif). Ketergantungan terhadap alkohol dalam jangka panjang dapat mengubah fungsi jiwa, dan gejala lepas zat (sakaw) dapat menyebabkan halusinasi. Alkohol memperlambat produksi enzim yang diperlukan untuk mencerna makanan, terutama lemak. Alkohol menghabiskan persediaan vitamin C, asam folat, vitamin B-lain, zat seng dan vitamin A dalam tubuh. Alkohol juga memperberat kerja hati untuk bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Kopi juga harus dihindari karena mengandung kafein yang cepat diserap oleh tubuh, merangsang sistem saraf pusat dan membuat tubuh kita terjaga lebih lama. Kafein menghalangi penyerapan zat besi jika dikonsumsi dengan makanan atau dalam satu jam setelah makan. Kafein dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dan dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan iritasi lambung. Kafein bersifat diuretik, yaitu menyebabkan seseorang sering buang air kecil, sehingga menyebabkan ikut terbuangnya vitamin-vitamin yang larut dalam air, yaitu vitamin B dan C. Perlu diingat bahwa sebenarnya kafein tidak hanya terdapat dalam kopi, tetapi ada juga dalam teh, coklat dan minuman ringan lainnya.

Pada anak-anak gula banyak dikonsumsi dalam bentuk coklat, biskuit, kue dan makan ringan lainnya, bahkan dalam minuman. Gula dapat menyebabkan reaksi pada beberapa anak seperti lekas marah. Gula merupakan salah satu bentuk dari karbohidrat, yang merupakan salah satu sumber energi. Dalam proses metabolisme karbohidrat menjadi energi memerlukan vitamin B. Apabila kita mengkonsumsi banyak gula, maka jumlah vitamin B yang diperlukan akan semakin banyak. Apabila vitamin B terkuras dan tubuh kita tidak memiliki cadangan yang cukup banyak, maka akan timbul gangguan terhadap fungsi saraf dan timbul gejala-gejala gangguan pada emosi, misalnya kelelahan secara emosional, depresi, mudah terusik atau mudah marah, dan sebagainya.

Makanan kaleng diawetkan dengan menggunakan berbagai bahan pengawet, dan ditambah dengan bahan-bahan kimia lainnya, misalnya pewarna, penguat rasa, dan sebagainya. Berbagai bahan kimia ini disinyalir memiliki efek negatif terhadap fungsi-fungsi tubuh, terutama fungsi otak, sehingga sebaiknya dihindarkan dari konsumsi anak-anak.

Suasana makan juga perlu diperhatikan, sehingga nutrisi yang masuk dapat dicerna dengan baik dan bermanfaat bagi tubuh secara optimal. Makan sebaiknya dilakukan dalam rileks, tidak terburu-buru dan dicerna dengan baik. Kondisi psikologis yang kondusif perlu diciptakan sehingga anak-anak menikmati waktu makan dengan nyaman, bukan dengan keterpaksaan. Makanan harus dicerna dengan baik, sehingga lambung tidak dipaksa mencerna makanan yang masih kasar, sehingga proses pencernaan menjadi tidak sempurna. Dengan demikian, makanan akan mudah diserap oleh darah dan dialirkan ke seluruh tubuh.

Dalam menyendok makanan juga sebaiknya tidak terlalu banyak. Kita harus ajarkan kepada anak-anak untuk menyuap sesendok demi sesendok dan tidak terlalu penuh, serta mengunyah dengan sempurna. Dengan mengunyah secara baik dan tidak tergesa-gesa juga memberikan kesempatan kepada enzim-enzim yang ada di mulut untuk bekerja dengan baik. Apabila anak sudah merasa kenyang, sebaiknya tidak kita paksa untuk menghabiskan makanan, karena anak dapat mengalami stres, perut yang tidak nyaman akibat kekenyangan dan merasa bahwa waktu makan adalah waktu yang sangat tidak menyenangkan, sehingga cenderung dihindari. Di samping itu, sebaiknya kita juga tidak memaksa anak-anak memakan makanan yang tidak disukai, karena akan mengganggu anak secara psikologis, apalagi apabila paksaan tersebut diikuti dengan ancaman atau menakut-nakuti anak. Anak-anak sebaiknya makan dalam porsi yang tidak terlalu banyak, tetapi sering, sehingga metabolisme makanan berjalan sempurna.
Untuk mengetahui bahwa anak-anak mendapatkan asupan gizi yang tepat, maka yang perlu dipantau terus adalah berat badan dan tinggi badan menurut usia. Berat badan anak sesungguhnya merupakan hasil langsung dari pola makan anak, gaya hidup (termasuk di dalamnya pola pengasuhan yang diterima anak, tingkat stres) dan berbagai aktivitas anak secara fisik (termasuk kualitas bermain, lama waktu bermain, jenis permainan, dan sebagainya). Berat badan anak dalam kondisi normal perlu terus dipertahankan, sehingga memberikan kondisi kesehatan anak yang ideal.

Asupan gizi yang sehat seimbang mempengaruhi kecerdasan adversity, karena kecerdasan ini menuntut tubuh yang prima, bebas dari segala macam penyakit dan gangguan psikologis. Gizi yang cukup dapat membuat anak bertahan terhadap penyakit. Persediaan gizi yang cukup akan membuat anak tahan terhadap tantangan dan permasalahan yang terjadi. Pada saat anak menghadapi hal yang baru, tantangan, dan permasalahan, tubuh kita memproduksi banyak sekali adrenalin, dan proses ini menggunakan cadangan energi yang berada dalam tubuh anak. Pada anak-anak yang mengalami kekurangan gizi, tidak memiliki cukup cadangan energi untuk melakukan ini, sehingga akan mengalami kehabisan energi, yang ditampakkan dengan gejala-gejala susah tidur, kelelahan, tubuh yang lesu, sehingga tidak mampu beraktivitas dengan optimal. Dalam kondisi seperti ini, zat-zat gizi yang diperlukan bagi perkembangan otak menjadi sangat kurang, sehingga perkembangan kecerdasan anak juga tidak berkembang optimal.
Makanan sangat mempengaruhi fungsi otak, karena ada beberapa unsur penting dari makanan yang mempengaruhi kimia otak, yang disebut sebagai neurotranssmitter. Neurotranssmitter sangat penting bagi perkembangan fisik dan psikis, terutama dalam memberikan kenyamanan dan ketenangan tidur serta pengendalian diri secara emosional.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gizi sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan adversity seorang anak, dan ini perlu diperhatikan sejak awal, bahkan jauh sebelum seorang anak dilahirkan. Kecerdasan adversity memberikan bekal pada anak untuk menjalani kehidupan dengan penuh optimisme, gizi, memberikan landasan untuk mengembangkan dan menguatkan bekal tersebut, sehingga anak akan lebih siap mengarungi kehidupan global yang semakin kompleks dan kompetitif.

Oleh: Widya Ayu Puspita, SKM.,M.Kes, http://paud-usia-dini.blogspot.com/

MEMBUAT SI KECIL CERDAS

KOMPAS.com - Faktor genetika memang mempengaruhi tingkat kecerdasan anak saat dilahirkan. Namun kecerdasan saat anak beranjak dewasa juga ditentukan dari nutrisi dan stimulasi yang diberikan oleh orang tua mereka. Kedua hal ini, yakitu nutrisi dan stimulasi, bahkan paling berperan menentukan kecerdasan anak dalam masa pertumbuhan.
Saat seorang anak dilahirkan, otaknya belum tumbuh dengan sempurna. Pertumbuhan otak anak ini berlangsung pada usia lima tahun pertama atau biasa disebut periode emas pertumbuhan. Pada masa inilah orangtua berperan sangat penting dalam memberikan stimulasi agar perkembangan otak optimal dan anak  mencapai kecerdasan yang tinggi di kemudian hari.

Stimulasi adalah kegiatan merangsang dan melatih kemampuan anak yang berasal dari lingkungan luar anak (orang tua atau pengasuhnya). Untuk itu tentu saja anak juga membutuhkan dukungan nutrisi yang cukup berupa protein, energi serta asam lemak essensial seperti AA,DHA, asam amino essensial T&T (Tirosin dan Triptofan), mineral seperti Fe, Ca, Zn.

"Tujuan stimulasi untuk balita usia 0-1 tahun adalah agar mereka harus mengenal sumber suara dan mencari objek yang tidak kelihatan, melatih kepekaan perabaan, koordinasi mata-tangan dan mata- telinga," ujar Dr. dr. Kusnandi Rusmil Sp.A (K), Ahli Tumbuh Kembang Anak dari Rumah Sakit Hasan Sadikin dalam acara Konferensi Pers Ajakan Cerdas untuk Orangtua Optimalkan Tumbuh Kembang Anak melalui Stimulasi dan Nutrisi di Dolanan PreSchool, Dharmawangsa yang diadakan oleh Susu Pertumbuhan Frisian Flag 123 & 456 pada Jumat (26/3/2010).

Sedangkan untuk balita usia 2-3 tahun stimulasi yang diperlukan adalah melatih mengembangkan ketrampilan berbahasa, warna, mengembangkan kecerdasan dan daya imajinasi. Tahapan balita usia 3-6 tahun adalah mengembangkan kemampuan perbedaan dan persamaan, berhitung, menambah dan sportivitas. Stimulasi akan membuat sistem syaraf berfungsi dengan baik.
"Tumbuh kembang otak manusia mencapai puncaknya saat balita mencapai usia lima tahun. Oleh karena itu, pemenuhan nutrisi untuk tumbuh kembang otak yang optimal bagi balita harus diperoleh setiap harinya dari 3 kali makan utama, 2 kali snack dan 2 gelas (400ml) susu," ujar Yeni Novianti, Ahli nutrisi Frisian Flag Indonesia.

Selain bantuan stimulasi dan nutrisi, yang tidak kalah penting adalah dukungan keluarga dalam mengoptimalkan stimulasi pada anak. Pemberian stimulasi dan nutrisi pada anak tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada pengasuh atau baby sitter. Orangtua harus berperan aktif membina kebersamaan keluarga dan menciptakan waktu berkualitas (quality time) dengan waktu yang sedikit namun dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Hal itu bisa diterapkan dalam hal sederhana misalnya makan bersama. Kesempatan itu dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan aneka ragam makanan, nama dan warnanya kepada anak, serta mengajarkan ketrampilan makan.

Saat anak minum susu dapat dibarengi membacakan buku cerita atau menonton televisi sambil menyelipkan pesan manfaat minum susu bagi anak. Usahakan mendampingi anak dan bercakap-cakap saat menonton televisi. Ajak anak berolahraga atau bermain mengenal alam dan lingkungannya pada akhir pekan.

"Kebersamaan antar orang tua dan anak sangat dibutuhkan untuk menjalin komunikasi guna memungkinkan pemberian stimulasi dan nutrisi yang tepat untuk anak, " ujar Psikolog anak dari Uiversitas Indonesia, Efriyani Djuwita MSi.

Sumber:  http://kesehatan.kompas.com/read/2010/03/28/16433976/Membuat.Si.Kecil.Cerdas

ANAK LAKI-LAKI LEBIH CERDAS?

KOMPAS.com — Secara fisiologis memang terdapat perbedaan struktur otak anak laki-laki dan perempuan. Selain lebih besar, otak anak laki-laki berkembang lebih cepat daripada otak anak perempuan. Apakah itu berarti anak laki-laki lebih cerdas? Ternyata belum tentu.

Menurut penjelasan dr Dwi Putro Widodo, SpA, konsultan ahli saraf anak dari RSCM, Jakarta, perbedaan struktur otak anak laki-laki dan perempuan tidak berkaitan dengan kecerdasan. "Ini bukan masalah fisik otak, tetapi lebih kepada lingkungan, dalam hal ini nutrisi dan stimulasi," katanya.

Setiap jenis kelamin memiliki keunggulan masing-masing. Misalnya, anak laki-laki motoriknya berkembang lebih cepat sehingga lebih gesit dan cenderung menyukai hal-hal yang bersifat teknik. "Anak perempuan biasanya perkembangan pusat komunikasi di otaknya lebih bagus," katanya.

Kinerja otak dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya adalah produksi hormon, seperti progesteron, estrogen, dan testosteron. Berbagai hormon ini memengaruhi kinerja otak dalam menghadapi berbagai situasi.

Dalam menentukan kecerdasan anak, menurut dr Dwi Putro, yang terpenting adalah faktor lingkungan. "Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada hasil akhirnya," katanya. Ia menambahkan, seorang anak profesor pun, bila tidak mendapat stimulasi yang optimal, akan tumbuh menjadi anak yang biasa-biasa saja.

Bagaimana cara memaksimalkan kecerdasan anak? Orangtua wajib menyediakan nutrisi yang mendukung kesehatan dan otaknya. Anak yang dilimpahi kasih sayang dan mendapat rangsangan yang cukup juga akan tumbuh menjadi anak yang cerdas. "Berikan stimulasi yang merangsang semua indera, yakni penglihatan, pendengaran, perabaan, dan berkreasi anak. Anak laki-laki dan perempuan akan sama cerdasnya," kata dr Dwi Putro.

Sumber: http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/22/16284190/Anak.Laki.laki.Lebih.Cerdas.

Selasa, 20 April 2010

KEDUDUKAN PENDIDIKAN NON FORMAL

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Karena merupakan usaha sadar maka pendidikan melalui suatu proses perencanaan dimana pendidikan sudah bermula ketika masa konsepsi dan berakhir ketika seseorang berakhir kehidupannyaMelalui pendidikan dikembangkan kemampuan serta dibentuk watak dan peradaban seseorang agar bermartabat dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.Dengan demikian tidak ada diskriminasi karena dilaksanakan sebagai satu kesatuan yang sistemik.
Pemerintah melaksanakan satu sistem pendidikan nasional melalui jalur, jenjang dan jenis yang sudah ditetapkan dengan undang-undang yang direalisasikan dalam jalur pendidikan formal, non formal dan informal.Ketiga jalur ini saling melengkapi dan memperkaya antara satu dengan lainnya sehingga tidak saling mematikan.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai salah satu jenjang pendidikan yang penyelenggaraannya dilaksanakan sebelum pendidikan dasar mempunyai kedudukan yang sama kuat dengan TK-PT dalam sistem pendidikan di Indonesia.PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal (TK/RA atau bentuk lain yang sederajat),  jalur pendidikan non formal (Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau Satuan PAUD Sejenis (SPS)) dan jalur pendidikan informal yang berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Khusus PAUD non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat dan berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.Hasil dari pendidikan jalur non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Di samping itu PAUD non formal juga harus memenuhi standar nasional pendidikan yang ditetapkan dalam PP nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Isi,  Proses, Kompetensi Lulusan, Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Pembiayaan, dan Penilaian.
Agar lembaga PAUD dapat memberikan layanan dengan baik maka diperlukan peran serta masyarakat baik perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan di samping peran dan fungsi pemerintah yang paling utama.Peran masyarakat dapat berbentuk sumber, pelaksana atau pengguna hasil pendidikan.

POS PAUD TERPADU, MEMPERMULUS JALAN ANAK MENUJU GENARASI UNGGUL


Tumbuh dengan Insentif Rp 25 Ribu

Perkembangan pos pendidikan anak usia dini (PAUD) terpadu di metropolis terbilang luar biasa. Sejak bergulir 2004 silam, jumlah pos PAUD terpadu (PPT) saat ini menembus 629 tempat. Menyadari PAUD adalah investasi penting pada masa mendatang, pemkot makin menaruh perhatian besar.

IBARAT jalan, PAUD merupakan upaya mempermulus jalan tersebut. Dengan mempersiapkan anak didik sebelum masuk ke jenjang berikutnya, jejak langkah mereka bisa makin lancar. Karena itu, PAUD kini tidak lagi dipandang sebelah mata. Pos-pos PAUD pun tumbuh subur bak cendawan di mana-mana. Menjangkau hingga pelosok-pelosok kampung.

Di Surabaya, saat ini jumlah PPT mencapai 629 tempat. Pos-pos PAUD yang difasilitasi pemkot itu tersebar merata di 168 kelurahan di 31 kecamatan. Jika dirata-rata, di setiap kelurahan ada sekitar empat pos PAUD. Jika dibandingkan jumlah penduduk berusia 3-5 tahun di kota ini yang berkisar 95 ribu, jumlah PPT memang terbilang masih belum sebanding.

Namun, pemkot berjanji terus berupaya memfasilitasi pendirian PPT tersebut. ''Pemkot akan terus bergerak untuk mendorong dan melanjutkan pendirian pos-pos PAUD. Sebab, kami sadar betul bahwa PAUD ini merupakan investasi masa depan. Generasi penerus akan sangat ditentukan oleh pola pendidikan anak sejak dini,'' kata Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga Dinas Pendidikan (Dispendik) Pemkot Surabaya Edi Santoso.

Tentu tidak sekadar mendirikan pos-pos itu. Tapi, juga menambah jatah anggaran untuk pembinaan serta peningkatan pembelajaran anak. Tahun ini, misalnya, telah dialokasikan Rp 1.171.885.185. Sebelumnya kurang dari Rp 500 juta. Sebagian anggaran itu juga dialokasikan untuk pendidikan taman kanak-kanak (TK) dan kelompok bermain (KB). ''Jatah untuk PPT paling besar,'' kata Edi.

Dia lalu merinci, alokasi anggaran untuk PPT tersebut mencapai Rp 1.045.525.530. Rinciannya, Rp 612.697.530 untuk pelatihan 1.400 tutor atau bunda, pendidik, serta fasilitator kelompok PAUD. ''Kami menganggap bunda-bunda PAUD itu unjung tombak kader-kader masa depan. Jadi, mereka harus mendapat banyak pendidikan dan pelatihan,'' tegasnya.

Selain itu, lanjut Edi, anggaran digunakan untuk pengadaan 1.173 set alat peraga edukatif (APE) PAUD senilai Rp 387.090.000 dan Rp 45.738.00 untuk pengadaan 600 eksemplar modul PAUD. ''Kami akan terus berusaha melengkapi sarana dan prasarananya,'' ungkapnya.

Alokasi anggaran tersebut tidak termasuk honor para bunda PAUD. Saat ini, memang baru sekitar 700 bunda saja yang mendapat insentif. Padahal, jumlah bunda PAUD mencapai 4.128 orang. Insentif mereka pun tidak banyak. Masing-masing bunda hanya menerima Rp 25 ribu per bulan. ''Kita harus menghargai para bunda. Sebab, mereka mengajar dengan ikhlas. Tidak mungkin mau, kalau mereka bekerja hanya demi uang,'' ujarnya.

Edi mengakui, selama ini kesejahteraan bunda PAUD memang masih cukup memprihatinkan. Karena itu, sangat mungkin hal tersebut menjadi salah satu penyebab belum banyaknya orang yang mau mengabdi di PPT. Hanya mereka yang peduli terhadap pendidikan anak sejak dini itulah yang terpanggil. Namun, tidak berarti pemkot menutup mata. ''Kami akan berusaha membuat pengajuan kenaikan tahun depan. Masalah disetujui atau tidak, itu di luar kewenangan saya,'' terangnya.

Dia menjelaskan, yang terpenting saat ini adalah meningkatkan kualitas para bunda. Sebab, saat ini sebagian besar bunda PAUD adalah ibu rumah tangga. Karena itu, pihaknya mengalokasikan anggaran besar untuk program pelatihan dan pendidikan untuk mereka. ''Anak-anak usia dini itu kan peka. Kalau mengajarnya salah, kan bisa berakibat fatal. Karena itu, SDM (sumber daya manusia) para bunda harus terus di-upgrade,'' tegasnya.

Ada banyak pelatihan yang telah diberikan. Di antaranya, seminar, kursus, serta diklat cara-cara mengajar yang baik dan benar. Tentu saja dengan menghadirkan pembicara yang berkompeten. Mulai dosen hingga psikolog. Hal tersebut dilakukan agar bunda PAUD lebih bisa memahami psikologis anak kecil.

Edi menambahkan, pelan-pelan masyarakat mulai merasakan manfaatnya. Hal itu bisa dilihat dari jumlah anak didik di PPT yang makin bertambah. Jika dirata-rata setiap pos PAUD mendidik 30-60 anak, total yang ter-cover mencapai 18 ribu-37 ribu anak. ''Sejak muncul beberapa tahun lalu, jumlah PPT memang semakin banyak. PPT itu sangat membantu dan memfasilitasi pendidikan siswa kalangan menengah ke bawah,'' tegasnya. (sha/hud)

http://74.125.153.132/search?q=cache:3dmCFCCIfIIJ:www.jawapos.co.id/halaman/index.php%3Fact%3Ddetail%26nid%3D77977+pospaudunggul&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id

BELAJAR MEMBACA UNTUK ANAK USIA DINI

Bisa membaca di usia dini mungkin bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari kemampuan membaca, yang justru agak sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan kegiatan membaca. Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang, ada anak yang sudah bisa membaca tetapi tidak tertarik dengan buku.
Akan tetapi, tidaklah pula berlebihan jika orang tua mulai menyediakan media belajar membaca (apapun itu) pada saat anak-anak terlihat begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia balita atau bahkan batita.
Kontroversi tentang hal tersebut memang masih selalu hangat dibicarakan dan tak pernah ada habisnya dari waktu ke waktu. Beberapa pihak bahkan melarang orang tua atau guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pada usia dini, dengan alasan takut anak-anak jadi terbebani, sehingga mereka menjadi benci dengan kata “belajar”.
Namun sejauh pengalaman saya, selama prinsip belajar ‘fun’ yang dikembangkan, materi apapun yang diajarkan kepada anak usia dini selalu direspon dengan baik dan anak-anak suka untuk belajar.
Mengajak anak-anak untuk belajar membaca menurut saya jauh lebih baik daripada membiarkan mereka menonton TV seharian. Tanpa kita sadari sesungguhnya anak-anak juga belajar sesuatu lewat TV, yang sayangnya lebih banyak berupa hal-hal negatif daripada hal-hal yang positif.
Seputar metode belajar
Metode mengajar balita membaca sangatlah beragam. Karena begitu beragamnya, lagi-lagi kita akan menemukan perbedaan dasar pemikiran dari metode-metode tersebut. Meskipun kadang-kadang sering mencuat pertentangan yang tajam antar berbagai metode, kita tak perlu bingung. Kenali saja semua konsep yang ditawarkan, dan kenali pula gaya belajar anak-anak kita. Jika metode dan gaya belajar cocok, kita bisa lebih mudah memotivasi anak untuk belajar.
Berdasarkan telaah saya, sejauh ini di dunia belajar ini dikenal 2 metode besar, yaitu metode terstruktur dan metode tidak terstruktur (acak). Keduanya tidak lebih baik atau lebih jelek dari yang lainnya. Metode terstruktur dan tidak terstruktur (acak) bisa saling melengkapi sesuai karakter dua belahan sisi otak kita yang kini populer dengan istilah otak kiri dan otak kanan.
Otak kiri memiliki karakteristik yang teratur, runut (sistematis), analitis, logis, dan karakter-karakter terstruktur lainnya. Kita membutuhkan kerja otak kiri ini untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan data, angka, urutan, dan logika.
Adapun karakteristik otak kanan berhubungan dengan rima, irama, musik, gambar, dan imajinasi. Aktivitas kreatif muncul atas hasil kerja otak kanan.
Melalui deskripsi tentang karakteristik dua belahan otak tersebut, kita tentu bisa melihat bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Apa jadinya para kreator-kreator seni jika tak punya tim manajemen yang handal. Bisa kita bayangkan pula sepi dan monotonnya dunia ini jika penghuninya hanyalah para ahli matematika atau akuntansi yang selalu sibuk dengan angka. Secara personal, kita pun akan menjelma menjadi orang yang “timpang” jika tidak mampu menyeimbangkan kinerja dua sisi otak kita. Kita pun bisa tumbuh menjadi orang yang “ekstrem” dalam memandang belajar dan cara belajar.
Selain metode belajar, karakteristik anak-anak juga perlu kita ketahui dan pahami agar kita bisa merancang model-model belajar yang menarik minat anak. Beberapa karakteristik anak secara umum adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi lebih pendek (relatif)
2. Tidak suka diatur/dipaksa
3. Tidak suka dites
Ketiga ciri tersebut jelas menunjukkan kepada kita bahwa mengajar balita membaca tak bisa dilakukan dengan cara-cara orang dewasa. Kita membutuhkan teknik-teknik yang lebih bervariasi dan adaptif terhadap kecenderungan anak-anak. Dan hanya satu kegiatan yang bisa melumerkan 3 karakteristik di atas yaitu BERMAIN. Mengapa? Karena dalam bermain anak-anak tidak menemukan tes, paksaan, dan batas waktu. Ketika bermainlah anak-anak menemukan kebebasan dirinya untuk berekspresi. Ketika bermain pula mereka menemukan kesenangan mereka.
Model-model belajar membaca untuk inspirasi
Belajar membaca lewat kosa kata
Kosa kata adalah pembentuk kalimat. Lewat kosa kata yang makin beragam, kalimat yang kita keluarkan pun akan semakin kaya. Lewat kosa kata, anak-anak akan belajar tak hanya kemampuan membaca tetapi juga perbendaharaan dan pemahaman akan kata-kata yang akan mereka gunakan dalam berbicara.
Variasi yang bisa digunakan diantaranya, kartu kata yang disajikan dengan model Glen Doman, poster kata yang ditempel di dinding, buku-buku bergambar yang kalimatnya pendek dan ukuran hurufnya cukup besar. Prinsip yang dipakai dari metode tersebut adalah belajar dengan melakukannya. BELAJAR MEMBACA dengan MEMBACA.
Hal-hal khusus yang menyertai model ini adalah kemungkinan anak-anak untuk mengenal pola lebih lama. Artinya, bisa jadi untuk bisa benar-benar membaca semua kata yang diperlihatkan kepada mereka (meski belum diajarkan) membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung kecepatan anak.
Belajar Membaca lewat Suku Kata
Model ini paling banyak digunakan, terutama di sekolah-sekolah. Prinsip dasarnya adalah terlebih dulu mengenali pola sebelum masuk pada fase membaca.
Belajar lewat suku kata misalnya ba bi bu be bo dan seterusnya juga memiliki efek tersendiri, diantaranya kecepatan membaca yang sedikit lambat jika tidak diiringi latihan langsung lewat buku atau bacaan-bacaan. Mengapa demikian? Karena anak-anak akan terbiasa dengan membaca pola lebih dulu baru membaca. Kerja otak kiri lebih dominan dalam hal tersebut.
Untuk mengimbanginya, kita harus lebih sering memotivasi anak untuk membaca kata-kata secara langsung lewat buku tanpa harus memilah suku katanya.
Belajar membaca dengan mengeja
Model ini di awali dengan pengenalan huruf baru kemudian merangkainya menjadi gabungan huruf dan kemudian kata. Sebenarnya metode ini sudah jarang digunakan orang karena memang terbukti cukup sulit bagi anak.
Kerja otak kiri akan semakin dominan jika kita memakai metode ini. Anak-anak harus melewati tiga tahapan menuju kata, yaitu huruf, suku kata, lalu kata. Memang ada anak-anak yang bisa belajar dengan metode ini, tapi lagi-lagi latihan membaca kata secara intensif harus mengiringinya agar anak-anak merasa percaya diri untuk membaca.
Belajar Multi Metode
Adakalanya spesialisasi itu baik untuk mengenal kedalaman suatu ilmu, tapi dalam belajar membaca kita bisa mempergunakan multi metode sekaligus tanpa harus merasa tabu hanya karena teori yang kita peroleh dianggap paling rasional.
Dengan kata lain, kita bisa memperkenalkan pada anak-anak kita semuanya, huruf, suku kata, ataupun kosa kata. Catatan pentingnya tentu saja: sajikan dengan perasaan riang sehingga anak-anak kita pun mendeteksi kegembiraan dan ketulusan yang kita berikan pada mereka. Hal itu jauh lebih berarti dan lebih efektif daripada segudang metode terhebat sekalipun.
Tersisa dari itu semua, “kita memang tak boleh berhenti belajar”.

oleh: Maya A Pujiati, http://duniaparenting.com/belajar-membaca-untuk-anak-usia-dini/

Senin, 19 April 2010

MEMBUAT APE

APE merupakan syarat mutlak yang harus ada dalam proses belajar mengajar di lembaga PAUD.Dengan APE berbagai aktifitas dapat dilakukan oleh.Dengan APE pula anak dapat mengeksplor segala potensi yang dimilikinya.Namun tidak semua lembaga PAUD mampu menghadirkan APE yang diperlukan oleh anak, terlebih APE dengan standar kualitas tertentu karena terbentur masalah biaya yang harus disiapkan oleh suatu lembaga untuk pengadaan APE tersebut.Kesulitan ini dapat diatasi dengan membuat APE bersama antara lembaga PAUD dengan anak atau orang tua dengan memanfaatkan bahan alam atau bahan limbah yang sebenarnya sangat banyak dan beragam terdapat di sekitar kita.Tinggal diperlukan kreatifitas untuk mengolah bahan tersebut sehingga mampu menghasilkan APE yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran di suatu lembaga.
Bagi anak keterlibatannya dalam membuat APE dapat membangkitkan rasa percaya diri, membangkitkan harga diri, rasa bangga, rasa memiliki, mengembangkan motorik dan bahasa, emosi juga mengembangkan kognisi.Di samping tentunya anak menyadari bahwa kemampuannya itu merupakan pemberian dari Allah swt. yang mesti dimanfaatkan dengan baik.
Bahan yag dapat dimanfaat untuk membuat APE di antaranya tanah liat, kertas/karton, tumbuh-tumbuhan, plastik dan bahan alam lainnya.Dengan bahan itu dapat dibuat: puzzle, playdough, balok kardus, bola kertas, boneka, dsb.Pada saat membuat APE guru dan orang tua harus mendampingi anak untuk keselamatannya menggunakan alat dan bahan .Dan keterlibatan ini memberikan momen tersendiri dalam rangka pendidikan bagi orang tua (parenting) sekaligus merupakan wahana penyadaran akan arti pentingnya pendidikan yang tepat bagi anak usia ini.
 

Jumat, 16 April 2010

IMPLEMENTASI KONSEP MONTESSORI PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. PENDAHULUAN
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah guru sering memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim.
Mencermati perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak usia dini, tampaklah bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan pada pendidikan anak usia dini, yakni: 1) materi pendidikan, dan 2) metode pendidikan yang dipakai. Secara singkat dapat dikatakan bahwa materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 menegaskan bahwa, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Menyikapi perkembangan anak usia dini, perlu adanya suatu program pendidikan yang didisain sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Kita perlu kembalikan ruang kelas menjadi arena bermain, bernyanyi, bergerak bebas, kita jadikan ruang kelas sebagai ajang kreaktif bagi anak dan menjadikan mereka kerasan dan secara psikologis nyaman. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini dikemukan bagaimana Mantessori mendisain program pembelajaran untuk anak usia dini.
B. PEMBAHASAN
Tokoh pendidikan anak usia dini, Montessori, mengatakan bahwa ketika mendidik anak-anak, kita hendaknya ingat bahwa mereka adalah individu-individu yang unik dan akan berkembang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang dewasa dan pendidik adalah memberikan sarana dorongan belajar dan memfasilitasinya ketika mereka telah siap untuk mempelajari sesuatu. Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa-masa yang sangat baik untuk suatu formasio atau pembentukan. Masa ini juga masa yang paling penting dalam masa perkembangan anak, baik secara fisik, mental maupun spritual. Di dalam keluarga dan pendidikan demokratis orang tua dan pendidik berusaha memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan yang dibutuhkan oleh anak. Oleh karena itu, baik dan tepat bagi setiap orang tua dan pendidik yang terlibat pada proses pembentukan ini, mengetahui, memahami perkembangan anak usia dini. Tapi sekolah kita belum memiliki based line data yang holistik yang dapat memberikan berbagai informasi tentang perkembangan behavior dan kesulitan belajar anak terhadap berbagai subkompetensi materi sulit. Informasi ini sangat diperlukan untuk melakukan treatmen secara berjenjang tentang perkembangan anak sejak usia dini sampai mereka dewasa (SLTA).
  1. Perkembangan Anak Usia Dini
Banyak pendapat dan gagasan tentang perkembangan anak usia dini, Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir. Bayipun harus dikenalkan pada orang-orang di sekitarnya, suara-suara, benda-benda, diajak bercanda dan bercakap-cakap agar mereka berkembang menjadi anak yang normal dan sehat. Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun-tahun kelahiran sampai usia enam tahun biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Tentu juga dipengaruhi seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak-anak usia dini. Karena perkembangan mental usia-usia awal berlangsung cepat, inilah periode yang tidak boleh disepelekan. Pada tahun-tahun awal ini anak-anak memiliki periode-periode sensitive atau kepekaan untuk mempelajari atau berlatih sesuatu. Sebagian besar anak-anak berkembang pada asa yang berbeda dan membutuhkan lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran mereka.
Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai berikut:
  1. Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap” pengalaman-pengalaman melalui sensorinya.
  2. Usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap).
  3. Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam).
  4. Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia sekitar 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4 – 6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca.
Pendapat Mantessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidkan Taman Siswa, Ki hadjar Dewantara, sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih (mengasihi), asah (memahirkan), asuh (membimbing). Anak bertumbuh kembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi yang damai dan harmoni. Ki Hadjar Dewantara menganjurkan agar dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk mencerdaskan (mengembangkan) pikiran, pendidikan untuk mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani), dan pendidikan yang meningkatkan keterampilan.
Tokoh pendidikan ini sangat menekankan bahwa untuk usia dini bahkan juga untuk mereka yang dewasa, kegiatan pembelajaran dan pendidikan itu bagaikan kegiatan-kegiatan yang disengaja namun sekaligus alamiah seperti bermain di “taman”. Bagaikan keluarga yang sedang mengasuh dan membimbing anak-anak secara alamiah sesuai dengan kodrat anak di sebuah taman. Anak-anak yang mengalami suasana kekeluargaan yang hangat, akrab, damai, baik di rumah maupun di sekolah, serta mendapatkan bimbingan dengan penuh kasih sayang, pelatihan kebiasaan secara alami, akan berkembang menjadi anak yang bahagia dan sehat.

  1. Pembelajaran Pada Taman kanak-Kanak
Anak taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4 tahun anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering mengulangi perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di taman kanak-kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain.
Sehubungan dengan ciri-ciri di atas maka tugas perkembangan yang diemban anak-anak adalah:
    1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain.
    2. Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri
    3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya
    4. Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau perempuan
    5. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari
    6. Mengembangkan hati nurani, penghayatan moral dan sopan santun
    7. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung
    8. Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diri.
Dengan adanya tugas perkembangan yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak yang selalu “dibungkus” dengan permainan, suasana riang, enteng, bernyanyi dan menari. Bukan pendekatan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat, apalagi dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiasaan yang tidak sederhana lagi seperti paksaan untuk membaca,menulis, berhitung dengan segala pekerjaan rumahnya yang melebihi kemampuan anak-anak.
Pada usia lima tahun pada umumnya anak-anak baik secara fisik maupun kejiwaan sudah siap untuk belajar hal-hal yang semakin tidak sederhana dan berada pada waktu yang cukup lama di sekolah. Setelah apada usia 2-3 tahun mengalami perkembangan yang cepat. Pada usia enam tahun, pada umumnya anak-anak telah mengalami perkembangan dan kecakapan bermacam-macam keterampilan fisik. Mereka sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti meloncat, melompat, menangkap, melempar, dan menghindar. Pada umumnya mereka juga sudah dapat naik sepeda mini atau sepeda roda tiga. Kadang-kadang untuk anak-anak tertentu keterampilan-keterampilan ini telah dikuasainya pada usia 4-5 tahun.
Montessori memberikan gambaran peran guru dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kecerdasan, sebagai berikut:
a. 80 % aktifitas bebas dan 20 % aktifitas yanag diarahkan guru
b. melakukan berbagai tugas yang mendorong anak untuk memikirkan tentang hubungan dengan orang lain
c. menawarkan kesempatran untuk menjalin hubungan social melalui interaksi yang bebas
d. dalil-dalil ditemukan sendiri, tidak disajikan oleh guru
e. atauran pengucapan didapat melalui pengenalan pola, bukan dengan hafalan
setiap aspek kurikulum melibatkan pemikiran
Montessori, mengatakan bahwa pada usia 3-5 tahun, anak-anak dapat diajari menulis, membaca, dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca. Ada suatu penelitian di Amerika yang menyimpulkan bahwa kenyataannya anak-anak dapat belajar membaca sebelum usia 6 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada sekitar 2 % anak yang sudah belajar dan mampu membaca pada usia 3 tahun, 6 % pada usia empat tahun, dan sekitar 20 % pada usia 5 tahun. Bahkan terbukti bahwa pengalaman belajar di taman kanak-kanak dengan kemampuan membaca memadai akan sangat menunjang kemampuan belajar pada tahun-tahun berikutnya.
Pendapat Montessori ini didukung oleh Moore, seorang sosiolog dan pendidik, meyakini bahwa kehidupan tahun-tahun awal merupakan tahun-tahun yang paling kreaktif dan produktif bagi anak-anak. Oleh karena itu, sejauh memungkinkan, sesuai dengan kemampuan, tingkat perkembangan dan kepekaan belajar mereka, kita dapat juga mengajarkan menulis, membaca dan berhitung pada usia dini. Yang penting adalah strategi pengalaman belajar dan ketepatan mengemas pembelajaran yang menarik, mempesona, penuh dengan permainan dan keceriaan, enteng tanpa membebani dan merampas dunia kanak-kanak mereka.
Salah satu hal yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan perkembangan kecerdasan anak adalah suasana keluarga dan kelas yang akrab, hangat serta bersifat demokratis, sekaligus menawarkan kesempatan untuk menjalin hubungan sosial melalui interaksi yang bebas. Hal ini ditandai antara lain dengan adanya relasi dan komunikasi yang hangat dan akrab. .
Pada masa usia 2 – 6 tahun, anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk menentukan keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian. Pada masa ini juga mencul rasa ingin tahu yang besar dan menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong untuk belajar hal-hal yang baru dan sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu. Guru dan orang tua hendaknya memberikan jawaban yang wajar. Sampai pada usia ini, anak-anak masih suka meniru segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya.
Perlu diingat juga bahwa minat anak pada sesuatu itu tidak berlangsung lama, karena itu guru dan orang tua harus pandai menciptakan kegiatan yang bervariasi dan tidak menerapkan disiplin kaku dengan rutinitas yang membosankan. Anak pada masa ini juga akan berkembang kecerdasannya dengan cepat kalau diberi penghargaan dan pujian yang disertai kasih sayang, dengan tetap memberikan pengertian kalau mereka melakukan kesalahan atau kegagalan. Dengan kasih sayang yang diterima, anak-anak akan berkembang emosi dan intelektualnya, yang penting adalah pemberian pujian dan penghargaan secara wajar.
Untuk memfasilatasi tingkat perkembangan fisik anak, pada taman kanak-kanak perlu dibuat adanya arena bermain yang dilengkapi dengan alat-alat peraga dan alat-alat keterampilan lainnya, karena pada usia 2- 6 tahun tingkat perkembangan fisik anak berkembang sangat cepat, dan pada umur tersebut anak-anak perlu dikenalkan dengan fasilitas dan alat-alat untuk bermain, guna lebih memacu perkembangan fisik sekaligus perkembangan psikis anak terutama untuk kecerdasan.
Banyak penelitian menyatakan bahwa orang-orang yang cerdas dan berhasil pada umumnya berasal dari keluarga yang demokratis, suka melakukan uji coba, suka menyelidiki sesuatu, suka berpergian (menjelajah alam dan tempat), dan aktif, tak pernh diam dan berpangku tangan. Ingat keterampilan tangan adalah jendela menuju pengetahuan. Dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan uji coba (trial and error), mangadakan penyelidikan bersama-sama, menyaksikan dan menyentuh sesuatu objek, mengalami dan melakukan sesuatu , anak-anak akan jauh lebih mudah mengerti dan mencapai hasil belajar dengan mampu memanfaatkan atau menerapkan apa yang telah dipelajari.
C. KESIMPULAN
Dalam mengimplementasikan konsep Montessori terhadap program pendidikan bagi anak usia dini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kukrikulum pada pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak.
2. Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu.
3. Kompetensi akademis merupakan alat untuk mencapai tujuan,dan manipulasi dilihat sebagai materi yang berguna untuk poengembangan diri anak, Montessori menganjurkan perlu adanya area yang berbeda mewakili lingkungan yang disediakan, yaitu:
a. Practical life memberikan pengembangan dari tugas organisasional dan urutan kognisi melalui perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa syukur dan saling menghormati, dan koordinasi dari pergerakan fisik,
b. The sensorial area membuat anak mampu untuk mengurut, mengklasifikasi dan menerangkan impresi sensori dalam hubungannya dengan panjang, lebar, temperatur, masa, warna, titik, dan lain-lain.
c. Mathematics memanfaatkan pemanipulasian materi agar anak mampu untuk menginternalisasi konsep angka, symbol, urutan operasi, dan memorisasi dari fakta dasar
d. Language art yang di dalamnya termasuk pengembangan bahasa lisan, tulisan, membaca, kajian tentang grammar, dramatisasi, dan kesusesteraan anak-anak. Keahlian dasar dalam menulis dan membaca dikembangkan melalui penggunaan huruf dari kertas, kata-kata dari kertas pasir, dan berbagai prestasi yang memungkinkan anak-anak untuk menghubungkan antara bunyi dan simbul huruf, dan mengekpresikan pemikiran mereka melalui menulis.
e. Cultural activies membawa anak-anak untuk mengetahui dasar-dasar geografis, sejarah dan ilmu sosail. Musik, dan seni lainnya merupakan bagian dari kurikulum terintegrasi.
4. Lingkungan pendidikan anak usia dini menggabungkan fungsi psiko-sosial, fisik dan akademis dari seorang anak. Tugas pentingnya adalah untuk menyediakan dasar yang awal dan umum, dimana di dalamnya termasuk tingkah laku yang positif terhadap sekolah, inner security, kebiasaan untuk berinisiatif, kemampuan untuk mengambil keputusan, disiplin diri dan rasa tanggung jawab anggota kelas lainnya, sekolah dan komunitas. Dasar ini akan membuat anak-anak mampu untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang lebih spesifik dalam kehidupan sekolah mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Atkitson, R.L., dkk. Introduction to Psychology., New York: Harcourt Brace Javanovich, Ich., 1983.

Henry N, Siahan., Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak, Bandung: Angkasa , 1986

Steven Carr Reuben, Ph.D., Children of Character, a parent guide, Santa Monica: Canter and Associates, Inc, 1997.

Theo Riyanto FIC., dkk., Pendidikan Pada Usia Dini., Grasindo, Jakarta, 2004
(Harizal)


Oleh: Harizal Kasubdit Harlindung PTK-PNF

Ditulis kembali oleh  HALIMAN